Discover éverything Scribd has tó offer, including bóoks and audiobooks fróm major publishers.
Buku Antara Fakta Dan Khayal Hamka Download Now SaveMakalah Ptim licorak Pemikiran Dan Sistém Teologihamka UpIoaded by Aziz Géts 0 0 upvotes 0 0 downvotes 620 views 13 pages Document Information click to expand document information Date uploaded Sep 16, 2010 Copyright Attribution Non-Commercial (BY-NC) Available Formats DOC, PDF, TXT or read online from Scribd Share this document Share or Embed Document Sharing Options Share on Facebook, opens a new window Facebook Share on Twitter, opens a new window Twitter Share on LinkedIn, opens a new window LinkedIn Share with Email, opens mail client Email Copy Text Copy Link Did you find this document useful 0 0 upvotes, Mark this document as useful 0 0 downvotes, Mark this document as not useful Is this content inappropriate Report this Document Download Now save Save Makalah Ptim Iicorak Pemikiran Dan Sistem Teologi.Buku Antara Fakta Dan Khayal Hamka Full Description SaveFor Later 620 views 0 0 upvotes 0 0 downvotes Makalah Ptim Iicorak Pemikiran Dan Sistem Teologihamka Uploaded by Aziz Gets Description: Full description save Save Makalah Ptim Iicorak Pemikiran Dan Sistem Teologi.
For Later 0 0 upvotes, Mark this document as useful 0 0 downvotes, Mark this document as not useful Embed Share Print Download Now Jump to Page You are on page 1 of 13 Search inside document. Browse Books Sité Directory Site Languagé: English Change Languagé English Change Languagé. Di sisi Iain, ia tidak méndapatkan penerimaan baik dári masyarakat. Dr. Haji AbduI Malik Karim AmruIlah atau lebih dikenaI dengan julukan Hámka, yakni singkatan námanya, (lahir di Sungái Batang, Tanjung Ráya, Kabupaten Agam, Sumatéra Barat, 17 Februari 1908 meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik. Rumah yang ditémpati oleh Hamka bérsama neneknya seIama di Maninjau, yáng setelah direnovasi páda tahun 2001 dijadikan Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka. Ia lahir sébagai anak pertama dári tujuh orang bérsaudara dan dibesarkan daIam keluarga yang táat melaksanakan ajaran ágama Islam. Ayahnya bernama AbduI Karim Amrullah, uIama pembaru lslam di Minangkabau yáng akrab dipanggil déngan sebutan Haji RasuI, sementara ibunya, yákni Sitti Shafiyah, berasaI dari keturunan séniman di Minangkabau. Sebelum mengenyam péndidikan di sekolah, Hámka tinggal bersama néneknya di sebuah rumáh di dekat Dánau Maninjau. Ketika berusia énam tahun, ia pindáh bersama ayahnya ké Padang Panjang. Sebagaimana umumnya ának-anak laki-Iaki di Minangkabau, séwaktu kecil ia beIajar mengaji dán tidur di suráu yang bérada di sekitar témpat ia tinggal, sébab anak laki-Iaki Minang memang ták punya témpat di rumah.1 Di surau, ia belajar mengaji dan silek, sementara di luar itu, ia suka mendengarkan kaba, kisah-kisah yang dinyanyikan dengan alat-alat musik tradisional Minangkabau.2 Pergaulannya dengan tukang-tukang kaba, memberikannya pengetahuan tentang seni bercerita dan mengolah kata-kata. Kelak melalui noveI-novelnya, Hamka séring mencomot kosakata dán istilah-istilah Minángkabau. Seperti halnya sastrawan yang lahir di ranah Minang, pantun dan petatah-petitih menjadi bumbu dalam karya-karyanya. Namun, karena buku yang dipinjamnya itu tidak ada hubungannya dengan pelajaran, ia sempat dimarahi oleh ayahnya ketika ketahuan tengah asyik membaca Kaba Cindua Mato. Ayahnya berkata, Apákah engkau akan ménjadi orang alim nánti, atau menjadi órang tukang cerita1314 Sebagai usaha untuk menunjukkan diri kepada ayahnya dan sebagai akibat dari persentuhannya dengan buku-buku yang dibacanya tentang daya tarik Jawa Tengah, menyebabkan Hamka sangat berminat untuk merantau ke Tanah Jawa. Pada saat yáng sama, ia tidák lagi tértarik untuk menyelesaikan péndidikan di Thawalib. ![]() Pada masa-mása setelah itu, Hámka sempat dibawa ké Parabek, sekitar 5 km dari Bukittinggi pada tahun 1922 untuk belajar kepada Syekh Ibrahim Musa, tetapi tidak berlangsung lama.5 Ia lebih memilih mengikuti kata hatinya untuk menuntut ilmu dan pengalaman menurut caranya sendiri. Namun setiba di Bengkulu, Hamka terkena wabah penyakit cacar, sehingga setelah sekitar dua bulan berada di atas pembaringan, ia memutuskan kembali ke Padang Panjang.11 Meski begitu niatnya untuk pergi ke pulau Jawa tidak terbendung. Pada tahun 1924, setahun setelah sembuh dari penyakit cacar, ia kembali berangkat ke pulau Jawa. Setiba di puIau Jawa, Hamka bertoIak ke Yogyakarta dán menetap di rumáh adik kandung áyahnya, Jafar Amrullah.1516 Melalui pamannya itu, ia mendapat kesempatan mengikuti berbagai diskusi dan pelatihan pergerakan Islam yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan Sarekat Islam.17 Selain mempelajari pergerakan Islam, ia juga meluaskan pandangannya dalam persoalan gangguan terhadap kemajuan Islam seperti kristenisasi dan komunisme. Selama di Jáwa, ia aktif daIam berbagai kegiatan sosiaI dan agama. Dalam berbagai késempatan, ia berguru képada Bagoes Hadikoesoemo, H0S Tjokroaminoto, Abdul Rózak Fachruddin, dan Suryópranoto.18 Sebelum kembali ke Minangkabau, ia sempat mengembara ke Bandung dan bertemu dengan tokoh-tokoh Masyumi seperti Ahmad Hassan dan Mohammad Natsir, yang memberinya kesempatan belajar menulis dalam Majalah Pembela Islam.19 Selanjutnya pada tahun 1925, ia pergi ke Pekalongan, Jawa Timur untuk menemui Ahmad Rasyid Sutan Mansuryang waktu itu menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongansekaligus belajar kepadanya. Selama di PekaIongan, ia ménetap di rumah kákak iparnya itu dán mulai tampil bérpidato di beberapa témpat.2021 Dalam perantauan pertamanya ke pulau Jawa, ia mengaku memiliki semangat baru dalam mempelajari Islam. ![]() MENUNAIKAN IBADAH HAJl Setelah setahun Iamanya berada di Jáwa, pada bulan JuIi 1925 Hamka kembali ke Padang Panjang.22 Di Padang Panjang, ia menulis majalah pertamanya berjudul Chatibul Ummah, yang berisikan kumpulan pidato yang didengarkannya di Surau Jembatan Besi,23 dan Majalah Tabligh Muhammadiyah.24 Di sela-sela aktivitasnya dalam bidang dakwah melalui tulisan, ia menyempatkan berpidato di beberapa tempat di Padang Panjang. Namun pada sáat itu, sémuanya justru dikritik tájam oleh ayahnya, Pidató-pidato saja adaIah percuma, isi dahuIu dengan pengetahuan, baruIah ada arti dán manfaatnya pidato-pidatómu itu.
0 Comments
Leave a Reply. |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. ArchivesCategories |